Ditulis oleh M. A. Iskandar
Bisnis dan
politik adalah dua hal yang berbeda. Namun keduanya memiliki keterkaitan bisa
saling mengisi atau saling mekengkapi. Bisnis berbicara tentang upaya manusia
memenuhi kebutuhan hidupanya terutama yang berhubungan dengan ekonomi.
Sedangkan politik adalah berbicara tentang kekuasaan atau pemerintahan. Bisnis
dan politik mungkin tidak bisa berdiri sendiri. Dalam melakukan bisnis
diperlukan upaya politik agar kegiatan bisnis bisa berlangsung dengan aman dan
lancar. Begitupun sebaliknya, politik yang baik bisa jadi karena ditunjang
kegiatan bisnis yang baik pula. Kedua hal ini merupakan kebutuhan dasar manusia
yaitu ekonomi dan kekuasaan.
Di banyak
negara maju seperti Amerika, mereka yang menjadi politisi atau pemegang
kekuasaan biasanya memiliki kerajaan bisnis yang kuat dan besar. Kekuatan
bisnis ini pula yang nantinya dapat menunjang kekuasaannya apabila kelak ia
menjadi seorang pemimpin. Seperti halnya Donald Trump, ia merupakan pebisnis
yang cukup diperhitungkan di Amerika Serikat. Dengan bantuan modal yang cukup
besar dari bisnisnya, ia bisa membiayai kegiatan kampanyenya serta membiayai
kebutuhan-kebutuhan politik lainnya. Termasuk juga di Indonesia, meski ada
bantuan dana dari partai pengusung, seorang calon kepala pemerintahan baik di
tingkat daerah atau pusat tetap harus memiliki modal tambahan untuk biaya
politiknya. Partai politik juga mendapat dukungan dana dari para pebisnis guna
menjalankan kerja politiknya. Maka dari itu, bisnis dan politik satu sama lain
tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.
Hadji
Samanhoedi merupakan pelopor pergerakan kebangkitan nasional melalui organisasi
yang didirikannya. Ia mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI)[1] sebagai sarana perjuangan
membangkitkan kesadaran nasional. Organisasi yang lahir pada 16 Oktober 1905 di
Surakarta ini, merupakan pergerakan untuk menentang imperialisme yang dilakukan
oleh barat (Hindia Belanda). Dengan menguasai pasar, tentu memiliki sumber
pendanaan bagi pergerakan politik selanjutnya. Sebagaimana juga perjuangan
Rasulullah SAW di awal masa hijrahnya ke Madinah, hal yang dilakukan setelah
mendirikan masjid adalah mendirikan pasar. Karena dari situlah kebutuhan dasar
manusia yang berhubungan dengan fisik dapat terpenuhi.
Awal pendirian
Sarekat Dagang Islam adalah sebagai bentuk protes terhadap diskriminasi yang
dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap pedagang muslim pribumi dan
pedagang Cina. Sebagai seorang pengusaha, ia tergerak untuk memajukan golongan
pedagang pribumi agar bisa sejahtera. Untuk itu, ia berpikir perlunya sebuah
organisasi yang bisa menjadi wadah bagi pedagang pribumi tersebut. Organisasi
ini ternyata mendapat perhatian dan respon yang sangat baik karena Hadji
Samanhoedi tidak dikenal hanya dari karyawan batiknya semata tetapi juga dikalangan
pedagang pasar.
Hal ini
menimbulkan kekhawatiran dari pemerintah kolonial Belanda, terlebih setelah
Sarekat Dagang Islam bekerja sama dengan para pedagang Cina yang tergabun dalam
Kong Sing. Mereka menganggap
kerjasama ini dapat merugikan sistem ekonomi imperialis yang selama ini telah
berjalan. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan organisasi
tandingan dengan nama yang hampir mirip yaitu Sarekat Dagang Islamiyah pada
1909 di Bogor dengan ditunjuknya R. M. T. Adhisoerjo sebagai pimpinannya.
Pendirian
organisasi tandingan ini ternyata tidak membuat Sarekat Dagang Islam pimpinan
Hadji Samanhoedi menjadi bubar. Justru sebaliknya, usaha penjajah kolonial
Belanda untuk membuat tandingan ternyata gagal. Organisasi Sarekat Dagang
Islamiyah tidak mendapat respon yang baik meski mendapat dukungan dana dan
fasilitas dari pemerintah. Akhirnya R. M. T. Adhisoerjo menyerahkan pimpinannya
kepada Hadji Samanhoedi dan membubarkan Sarekat Dagang Islamiyah.
Kemunculan
Sarekat Dagang Islam memprakarsai lahirnya Sarekat Islam yang didirikan pada
1906 di Surakarta. Hal ini bisa dibaca dalam penuturan Hadji Samanhoedi kepada
Hadji Tamar Djaja, pada 25 Juni 1955, bahwa Sarekat Dagang Islam didirikan pada
16 Oktober 1905. Kemudian diikuti dengan didirikan Sarekat Islam pada 1906[2]. Ini menunjukkan bahwa
pergerakan politik Hadji Samahoedi telah dimulai sejak berdirinya Sarekat
Dagang Islam namun kemungkinan karena masih pada masa penjajahan, organisasi
Sarekat Islam masih bersifat rahasia. Sarekat Islam mulai bersifat terbuka pada
masa pimpinan H. O. S. Tjokroaminoto setelah mendapat pengakuan badan hukum
dari pemerintah pada 10 September 1912.
Penyerahan
kepemimpinan Sarekat Islam dari Hadji Samanhoedi kepada H. O. S. Tjokroaminoto,
ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan Rapat Akbar Sarekat Islam di Surabaya,
pada 1913. Hasil dari rapat akbar ini melahirkan keputusan untuk membuat CSI
(Central Sarekat Islam) di Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung. Arah politik
Sarekat Dagang Islam maupun Sarekat Islam semakin jelas dari keputusan H. O. S.
Tjokroaminoto untuk menjadikan organisasi ini sebagai organisasi politik dengan
tuntutannya adalah mendirikan pemerintahan sendiri.
Meski
sebenarnya peran politik Hadji Samanhoedi tidak begitu kentara namun pada
hakikatnya ia telah memelopori pergerakan nasional yang mampu menciptakan
kesadaran bahwa masyarakat pribumi harus bersatu. Ia berjuang mendirikan
organisasi yang mampu menjadi wadah bagi masyarakat dalam menyalurkan
aspirasinya. Ia menjadi pelopor bagi kebangkitan nasional yang merupakan babak
baru perjuangan melawan penjajahan
melalui pemikiran. Kemunculan Sarekat Dagang Islam menjadi inspirasi bagi
kemunculan organisasi-organisasi nasional di masa itu. Arah perjuangan melawan
penjajahan pun bergeser dari perang fisik ke perang pemikiran modern.
Sumber:
Buku
Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api
Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Bandung: Salamadani Pustaka semesta.
Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V/Marwati Djoened Poesponegoro: Nugroho.
-cet.-2 Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.
Internet
https://id.wikipedia.org/wiki/Samanhudi diakses
tanggal 7 Maret 2018
http://www.biografipahlawan.com/2016/05/biografi-samanhudi.html diakses tanggal 7 Maret 2018
https://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam diakses tanggal 7 Maret 2018
[1] Sebagian sejarawan Orde Lama, menilai kebangkitan Sjarikat Dagang
Islam kurang dapat dipahami bila dianggap sebagai pelopor Kebangkitan Kembali
Kesadaran Nasional Indonesia. Hal ini karena kriteria yang digunakan dengan
pengertian politik tanpa terkait dengan masalah pasar dan Islam. Sebaliknya,
sejarawan sekarang akan dapat memahami kaitan antara politik dengan pasar dan
sebaliknya. Pada era reformasi, terbaca dengan jelas bahwa kebijakan politik
dan para pengambil keutusan pemerintah, sangat dipengaruhi oleh masalah pasar
dan ekonomi. Dengan kata lain, suatu perubahan politik terjadi disebabkan
pengaruh pasar. (Suryanegara: 2009, hal 353).
[2] Suryanegara (2009) dalam footnotenya dihalaman 377.
0 Komentar