Advertisement

Responsive Advertisement

Kyai Hadji Samanhoedi (Sarekat Dagang Islam): Antara Bisnis dan Politik Praktis

 Ditulis oleh M. A. Iskandar

 Sumber foto: http://satrioarismunandar6.blogspot.com/2015/10/haji-samanhudi-pendiri-sarekat-dagang.html

Bisnis dan politik adalah dua hal yang berbeda. Namun keduanya memiliki keterkaitan bisa saling mengisi atau saling mekengkapi. Bisnis berbicara tentang upaya manusia memenuhi kebutuhan hidupanya terutama yang berhubungan dengan ekonomi. Sedangkan politik adalah berbicara tentang kekuasaan atau pemerintahan. Bisnis dan politik mungkin tidak bisa berdiri sendiri. Dalam melakukan bisnis diperlukan upaya politik agar kegiatan bisnis bisa berlangsung dengan aman dan lancar. Begitupun sebaliknya, politik yang baik bisa jadi karena ditunjang kegiatan bisnis yang baik pula. Kedua hal ini merupakan kebutuhan dasar manusia yaitu ekonomi dan kekuasaan.

Di banyak negara maju seperti Amerika, mereka yang menjadi politisi atau pemegang kekuasaan biasanya memiliki kerajaan bisnis yang kuat dan besar. Kekuatan bisnis ini pula yang nantinya dapat menunjang kekuasaannya apabila kelak ia menjadi seorang pemimpin. Seperti halnya Donald Trump, ia merupakan pebisnis yang cukup diperhitungkan di Amerika Serikat. Dengan bantuan modal yang cukup besar dari bisnisnya, ia bisa membiayai kegiatan kampanyenya serta membiayai kebutuhan-kebutuhan politik lainnya. Termasuk juga di Indonesia, meski ada bantuan dana dari partai pengusung, seorang calon kepala pemerintahan baik di tingkat daerah atau pusat tetap harus memiliki modal tambahan untuk biaya politiknya. Partai politik juga mendapat dukungan dana dari para pebisnis guna menjalankan kerja politiknya. Maka dari itu, bisnis dan politik satu sama lain tidak bisa dipisahkan dan saling berkaitan satu sama lain.

Hadji Samanhoedi merupakan pelopor pergerakan kebangkitan nasional melalui organisasi yang didirikannya. Ia mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI)[1] sebagai sarana perjuangan membangkitkan kesadaran nasional. Organisasi yang lahir pada 16 Oktober 1905 di Surakarta ini, merupakan pergerakan untuk menentang imperialisme yang dilakukan oleh barat (Hindia Belanda). Dengan menguasai pasar, tentu memiliki sumber pendanaan bagi pergerakan politik selanjutnya. Sebagaimana juga perjuangan Rasulullah SAW di awal masa hijrahnya ke Madinah, hal yang dilakukan setelah mendirikan masjid adalah mendirikan pasar. Karena dari situlah kebutuhan dasar manusia yang berhubungan dengan fisik dapat terpenuhi.

Awal pendirian Sarekat Dagang Islam adalah sebagai bentuk protes terhadap diskriminasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda terhadap pedagang muslim pribumi dan pedagang Cina. Sebagai seorang pengusaha, ia tergerak untuk memajukan golongan pedagang pribumi agar bisa sejahtera. Untuk itu, ia berpikir perlunya sebuah organisasi yang bisa menjadi wadah bagi pedagang pribumi tersebut. Organisasi ini ternyata mendapat perhatian dan respon yang sangat baik karena Hadji Samanhoedi tidak dikenal hanya dari karyawan batiknya semata tetapi juga dikalangan pedagang pasar.

Hal ini menimbulkan kekhawatiran dari pemerintah kolonial Belanda, terlebih setelah Sarekat Dagang Islam bekerja sama dengan para pedagang Cina yang tergabun dalam Kong Sing. Mereka menganggap kerjasama ini dapat merugikan sistem ekonomi imperialis yang selama ini telah berjalan. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mendirikan organisasi tandingan dengan nama yang hampir mirip yaitu Sarekat Dagang Islamiyah pada 1909 di Bogor dengan ditunjuknya R. M. T. Adhisoerjo sebagai pimpinannya.

Pendirian organisasi tandingan ini ternyata tidak membuat Sarekat Dagang Islam pimpinan Hadji Samanhoedi menjadi bubar. Justru sebaliknya, usaha penjajah kolonial Belanda untuk membuat tandingan ternyata gagal. Organisasi Sarekat Dagang Islamiyah tidak mendapat respon yang baik meski mendapat dukungan dana dan fasilitas dari pemerintah. Akhirnya R. M. T. Adhisoerjo menyerahkan pimpinannya kepada Hadji Samanhoedi dan membubarkan Sarekat Dagang Islamiyah.

Kemunculan Sarekat Dagang Islam memprakarsai lahirnya Sarekat Islam yang didirikan pada 1906 di Surakarta. Hal ini bisa dibaca dalam penuturan Hadji Samanhoedi kepada Hadji Tamar Djaja, pada 25 Juni 1955, bahwa Sarekat Dagang Islam didirikan pada 16 Oktober 1905. Kemudian diikuti dengan didirikan Sarekat Islam pada 1906[2]. Ini menunjukkan bahwa pergerakan politik Hadji Samahoedi telah dimulai sejak berdirinya Sarekat Dagang Islam namun kemungkinan karena masih pada masa penjajahan, organisasi Sarekat Islam masih bersifat rahasia. Sarekat Islam mulai bersifat terbuka pada masa pimpinan H. O. S. Tjokroaminoto setelah mendapat pengakuan badan hukum dari pemerintah pada 10 September 1912.

Penyerahan kepemimpinan Sarekat Islam dari Hadji Samanhoedi kepada H. O. S. Tjokroaminoto, ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan Rapat Akbar Sarekat Islam di Surabaya, pada 1913. Hasil dari rapat akbar ini melahirkan keputusan untuk membuat CSI (Central Sarekat Islam) di Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung. Arah politik Sarekat Dagang Islam maupun Sarekat Islam semakin jelas dari keputusan H. O. S. Tjokroaminoto untuk menjadikan organisasi ini sebagai organisasi politik dengan tuntutannya adalah mendirikan pemerintahan sendiri.

Meski sebenarnya peran politik Hadji Samanhoedi tidak begitu kentara namun pada hakikatnya ia telah memelopori pergerakan nasional yang mampu menciptakan kesadaran bahwa masyarakat pribumi harus bersatu. Ia berjuang mendirikan organisasi yang mampu menjadi wadah bagi masyarakat dalam menyalurkan aspirasinya. Ia menjadi pelopor bagi kebangkitan nasional yang merupakan babak baru  perjuangan melawan penjajahan melalui pemikiran. Kemunculan Sarekat Dagang Islam menjadi inspirasi bagi kemunculan organisasi-organisasi nasional di masa itu. Arah perjuangan melawan penjajahan pun bergeser dari perang fisik ke perang pemikiran modern.       

Sumber:

Buku

Suryanegara, Ahmad Mansur. 2009. Api Sejarah: Mahakarya Perjuangan Ulama dan Santri dalam Menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bandung: Salamadani Pustaka semesta.

Poesponegoro, Marwati Djoened. 2008. Sejarah Nasional Indonesia V/Marwati Djoened Poesponegoro: Nugroho. -cet.-2 Edisi Pemutakhiran. Jakarta: Balai Pustaka.

Internet

https://id.wikipedia.org/wiki/Samanhudi diakses tanggal 7 Maret 2018

http://www.biografipahlawan.com/2016/05/biografi-samanhudi.html diakses tanggal 7 Maret 2018

https://id.wikipedia.org/wiki/Sarekat_Islam diakses tanggal 7 Maret 2018



[1] Sebagian sejarawan Orde Lama, menilai kebangkitan Sjarikat Dagang Islam kurang dapat dipahami bila dianggap sebagai pelopor Kebangkitan Kembali Kesadaran Nasional Indonesia. Hal ini karena kriteria yang digunakan dengan pengertian politik tanpa terkait dengan masalah pasar dan Islam. Sebaliknya, sejarawan sekarang akan dapat memahami kaitan antara politik dengan pasar dan sebaliknya. Pada era reformasi, terbaca dengan jelas bahwa kebijakan politik dan para pengambil keutusan pemerintah, sangat dipengaruhi oleh masalah pasar dan ekonomi. Dengan kata lain, suatu perubahan politik terjadi disebabkan pengaruh pasar. (Suryanegara: 2009, hal 353).

[2] Suryanegara (2009) dalam footnotenya dihalaman 377.

Posting Komentar

0 Komentar